Friday, April 20, 2012

Makalah Ilmu Kalam_Kaum Murji'ah


BAB I

PENDAHULUAN

 

 

A.    LATAR BELAKANG

Setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW, turunlah kekuasaannya itu pada Shabatnya-shabatnya yaitu yang sering kita dengar adalah Khulafaur Rasyidin. Di akhir kepemimpinan atau kekhalifahan Khulafaur Rasyidinlah banyak bermunculan golongan-golongan teologi yang signifikan, seperti Syi’ah, Khawarij, Murji’ah dan lain sebagainya. Dan semua golongan ini mempunyai ajaran dan kepecayaan serta aturan-aturan yang harus ditaati. Dan memang itu semua menjadi tolak ukur bagi pengikut-pengikut dari berbagai golongan tersebut.

Banyak faktor yang melatarbelakangi lahirnya golongan-golongan tesebut, diantaranya adalah faktor politik dan teologis atau ketuhanan. Seperti yang akan kita bahas pada makalah ini. Yaitu tentang latar belakang lahirnya golongan Murji’ah serta bagian-bagiannya. Oleh karena itu, mudah-mudahan makalah yang amat sederhana ini bisa menjadi bahan diskusi yang bermanfaat bagi semuanya.

 

B.     RUMUSAN MASALAH

Rumusan masalah merupakan bagian penting yang harus disertakana dalam suatu karya ilmiah. Karena rumusan masalah merupakan pokok bahasan utama yang dibahas dalam suatu tulisan khususnya dalam makalah ini.

Secara umum rumusan masalah yang dibahas dalam makalah ini adalah berkaitan dengan Kaum Murji’ah yang merupakan bagian dari mata kuliah Ilmu Kalam. Supaya lebih mempermudah memahaminya, rumusan masalah ini diuraikan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan yang penting, adapun pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah sebagai berikut :

1.      Apa pengertian dari Murji’ah itu ?

2.      Bagaimana latar belakang lahirnya kaum Murji’ah ?

3.      Hal apa saja yang dipelajari pada kaum Murji’ah ?

4.      Kaum Murji’ah ini terbagi menjadi berapa bagian ?

C.      TUJUAN

Tujuan penulisan suatu makalah sangat penting. Secara khusus makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Ilmu Kalam. Tetapi secara umum sama dengan adanya rumusan masalah yang telah dipaparkan, dengan membaca makalah ini kita dapat mengetahui :

1.      Pengertian Murji’ah.

2.      Latar belakang lahirnya kaum Murji’ah.

3.      Ajaran-ajaran dalam kaum Murji’ah.

4.      Bagian-bagian dari kaum Murji’ah.

 

D.    MANFAAT

Manfaat dari makalah ini menambah wawasan ilmu pengetahuan kita yang berkaitan dengan apa saja yang berkaitan dengan Kaum Murji’ah, dan memang ini merupakan bagian dari Mata Kuliah Ilmu Kalam. Dengan pembahasan ini juga, diaharapkan bisa menambah pengetahuan kita mengenai Ilmu Kalam. Karena Ilmu Kalam merupakan ilmu yang urgen untuk dibahas dan dipelajari di zaman sekarang ini, terkait dengan luasnya ajaran-ajaran yang berkedok Islam tetapi hanya sebuah doktrin tak berazas yang hanya ingin menagmbil keuntungannya saja. Mudah-mudahan dengan adanya makalah ini, bisa menjadi penerang untuk kita semua di masa yang akan datang.

 


BAB II

PEMBAHASAN

 

 

A.      PENGERTIAN MURJI’AH

Aliran Murji'ah adalah aliran Islam yang muncul dari golongan yang tak sepaham dengan Khawarij. Ini tercermin dari ajarannya yang bertolak belakang dengan Khawarij. Pengertian murji'ah sendiri ialah penangguhan vonis hukuman atas perbuatan seseorang sampai di pengadilan Allah SWT kelak. Jadi, mereka tak mengkafirkan seorang Muslim yang berdosa besar, sebab yang berhak menjatuhkan hukuman terhadap seorang pelaku dosa hanyalah Allah SWT, sehingga seorang Muslim, sekalipun berdosa besar, dalam kelompok ini tetap diakui sebagai Muslim dan punya harapan untuk bertobat. Murji’ah, baik sebagai kelompok politik maupun teologis, diperkirakan lahir bersamaan dengan kemunculaan syi’ah dan Khawarij. Pada mulanya kaum Murji’ah merupakan golongan yang tidak mau turut campur dalam pertentangan- pertentangan yang terjadi ketika itu dan menyerahkan penentuan hukum kafir atau tidak kafirnya orang-orang yang bertentangan itu kepada Tuhan.
Lebih lanjut kelompok ini menganggap bahwasanya pembunuhan dan pertumpahan darah yang terjadi di kalangan kaum muslimin sebagai suatu kejahatan yang besar. Namun mereka menolak menimpahan kesalahan kepada salah satu di antara kedua kelompok yang saling berperang.

 

B.       LATAR BELAKANG LAHIRNYA KAUM MURJI’AH

Persoalan teologi dimulai pada masa pemerintahan Usman dan Ali, yaitu disaat terjadinya pergolakan-pergolakan politik dikalangan umat Islam. Perjuangan politik untuk merebut kekuasaan selalu dibingkai dengan ajaran agama sebagai payung pelindung. Baik bagi kelompok yang menang demi untuk mempertahankan kekuasaannya, maupun kelompok yang kalah untuk menyerang lawan-lawan politiknya. Dari sini dapat dikatakan mazhab-mazhab fikih dan aliran-lairan teologi dalam Islam lahir dari konflik politik yang terjadi di kalangan umat Islam sendiri, untuk kepentingan dan mendukung politik masing- masing kelompok, ulama dari kedua kelompokpun memproduksi hadits-hadits palsu dan menyampaikan fatwa-fatwa keberpihakan.
Adanya keterpihakan kelompok pada pertentangan Ali bin Abi Thalib, memunculkan kelompok lainnya yang menentang dan beroposisi terhadapnya. Begitu pula terdapat orang-orang yang netral, baik karena mereka mengganggap perang saudara ini sebagai seuatu fitnah (bencana) lalu mereka berdiam diri, atau mereka bimbang untuk menetapkan haq dan kebenaran pada kelompok yang ini atau itu.
Pada mulanya kaum Murji’ah ditimbulkan oleh persoalan politik, tegasnya persoalan khalifah yang membawa perpecahan dikalangan umat Islam setelah Usman bin Affan mati terbunuh. Munculnya permasalahan ini perlahan-lahan menjadi permasalahan tentang ketuhanan. Oleh karena itu, kita akan membahas tentang latar belakang tebentuknya Kaum Murji’ah dan perkembangan pemikirannya dalam mewarnai pemahaman ketuhanan dalam Agama Islam.
Adapun latar belakang tebentuknya atau berdirinya Kaum Murji’ah adalah sebagai berikut :
1.        Permasalahan Politik
Ketika terjadi pertikaian antara Ali dan Mu’awiyah, dilakukanlah Tahkim (arbitrase) atas usulan Amr bin Ash, seorang kaki tangan Mu’awiyah. Kelompok Ali terpecah menjadi dua kubu, kedua kelompok tersebut ada yang pro dan kontra. Kelompok kontra akhirnya keluar dari Ali yakni Khawarij. Mereka memandang bahwa Tahkim bertentangan dengan Al-Qur’an, dengan pengertian, tidak ber-tahkim dengan hukum Allah. Oleh karena itu mereka berpendapat bahwa melakukan Tahkim adalah dosa besar, dan pelakunya dapat dihukumi kafir, sama seperti perbuatan dosa besar yang lain.
Seperti yang telah disebutkan di atas, Kaum khawarij pada mulanya adalah penyokong Ali bin Abi Thalib tetapi kemudian berbalik menjadi musuhnya. Karena ada perlawanan ini, pendukung-pendukung yang tetap setia pada Ali bin Abi Thalib bertambah keras dan kuat membelanya dan akhirnya mereka merupakan golongan lain dalam Islam yang dikenal dengan nama Syi’ah.
Dalam suasana pertentangan inilah, timbul suatu golongan baru yang ingin bersikap netral tidak mau turut dalam praktek kafir mengkafirkan yang terjadi antara golongan yang bertentangan ini. Bagi mereka Sahabat-Sahabat yang bertentangan ini merupakan orang-orang yang dapat dipercayai dan tidak keluar dari jalan yang benar. Oleh karena itu mereka tidak mengeluarkan pendapat siapa sebenarnya yang salah, dan lebih baik menunda (arja’a) yang berarti penyelesaian persoalan ini di hari perhitungan di depan Allah SWT.
Gagasan Irja’ atau Arja’ yang dikembangkan oleh sebagian sahabat dengan tujuan menjamin persatuan dan kesatuan umat Islam ketika terjadi pertikaian politik dan juga bertujuan menghindari sekatrianisme.

2.        Permasalahan Ke-Tuhanan
Dari permasalahan politik, mereka kaum Mur’jiah pindah kepada permasalahan ketuhanan (teologi) yaitu persoalan dosa besar yang ditimbulkan kaum khawarij, mau tidak mau menjadi perhatian dan pembahasan pula bagi mereka. Kalau kaum Khawarij menjatuhkan hukum kafir bagi orang yang membuat dosa besar, Kaum Murji’ah menjatuhkan hukum mukmin. Pendapat penjatuhan hukum kafir pada orang yang melakukan dosa besar atau tidak.
Aliran Murji’ah menangguhkan penilaian terhadap orang-orang yang terlibat dalam peristiwa Tahkim itu di hadapan Tuhan, karena hanya Tuhan-lah yang mengetahui keadaan iman seseorang. Demikian pula orang mukmin yang melakukan dosa besar masih di anggap mukmin di hadapan mereka. Orang mukmin yang melakukan dosar besar itu dianggap tetap mengakui bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad sebagai Rasul-Nya. Dengan kata lain bahwa orang mukmin sekalipun melakukan dosa besar masih tetap mengucapkan dua kalimat syahadat yang menjadi dasar utama dari iman. Oleh karena itu, orang tersebut masih tetap mukmin, bukan kafir.
Pandangan golongan ini dapat dilihat terlihat dari kata Murji’ah itu sendiri yang berasal dari kata Arja’a yang berarti orang yang menangguhkan, mengakhirkan dan memberikan pengaharapan. Menangguhkan berarti bahwa mereka menunda soal siksaan seseorang di tangan Tuhan, yakni jika Tuhan mau memaafkan ia akan langsung masuk surga, sedangkan jika tidak, maka ia akan disiksa sesuai dengan dosanya, setelah ia akan dimasukkan ke dalam surga. Dan mengakhirkan dimaksudkan karena mereka memandang bahan perbuatan atau amal sebagai hal yang nomor dua bukan yang pertama. Selanjutnya kata menangguhkan, dimaksudkan karena mereka menangguhkan keputusan hukum bagi orang-orang yang melakukan dosa di hadapan Tuhan.
Disamping itu ada juga pendapat yang mengatakan bahwa nama Murji’ah yang diberikan pada golongan ini, bukan karena mereka menundakan penentuan hukum terhadap orang Islam yang berdosa besar kepada Allah di hari perhitungan kelak dan bukan pula karena mereka memandang perbuatan mengambil tempat kedua dari iman, tetapi karena mereka memberi pengaharapan bagi orang yang berdosa besar untuk masuk surga.

C.      DOKTRIN PEMIKIRAN KELOMPOK MUR’JIAH

Ajaran pokok Murji’ah pada dasarnya bersumber dari gagasan atau doktrin Irja’ atau Arja’a yang diaplikasikan dalam banyak persoalan, baik persoalan politik maupun persoalan teologis. Dibidang politik, doktrin Irja’ diimplementasikan dengan sikap politik netral atau nonblok, yang hampir selalu diekspresikan dengan sikap diam. Itulah sebabnya, kelompok Murji’ah di kenal pula dengan The Queitists (kelompok bungkam). Sikap ini akhirnya berimplikasi jauh sehingga membuat Murji’ah selalu diam dalam persoalan politik. Secara umum kelompok Murji’ah menyusun teori-teori keagamaan yang independen, sebagai dasar gerakannya, yang intisarinya sebagai berikut :
1.      Iman adalah cukup dengan mengakui dan percaya kepada Allah dan Rasul-Nya saja. Adapun amal atau perbuatan, tidak merupakan sesuatu keharusan bagai adanya iman. Berdasarkan hal ini, seseorang tetap dianggap sebagai mukmin walaupun ia meninggalkan apa yang difardhukan kepadanya dan melakukan perbuatan-perbuatan dosa besar.
2.      Dasar keselamatan semata-mata hanyalah iman. Selama masih ada iman dihati, maka setiap maksiat tidak akan mendatangkan madharat ataupun gangguan atas diri seseorang. Untuk mendapatkan pengampunan, manusia hanya cukup dengan menjauhkan diri dari syirik dan mati dalam keadaan akidah tauhid.
Dengan kata lain, kelompok murji’ah memandang bahwa perbuatan atau amal tidaklah sepenting iman, yang kemudian meningkat pada pengertian bahwa, hanya imanlah yang penting dan yang menentukan mukmin atau tidak mukminnya seseorang, perbuatan-perbuatan tidak memiliki pengaruh dalam hal ini. Iman letaknya dalam hati seseorang dan tidak diketahui manusia lain, selanjutnya perbuatan-perbuatan manusia tidak menggambarkan apa yang ada dalam hatinya. Oleh karena itu ucapan-ucapan dan perbuatan-perbuatan seseorang tidak mesti mengandung arti bahwa ia tidak memiliki iman. Yang penting ialah iman yang ada dalam hati. Dengan demikian ucapan dan perbuatan- perbuatan tidak merusak iman seseorang. Berkaitan dengan Murji’ah, W. Montgomery Watt merincinya sebagai berikut :
1.      Penangguhan keputusan Ali dan Mu’awiyah hingga Allah memutuskannya di akhirat.
2.      Penangguhan Ali untuk menduduki rangking keempat dalam peringkat Al- Khalifah Ar-Rasyidin.
3.      Pemberian harapan (giving hope) terhadap orang muslim yang berdosa besar untuk memperoleh ampunan dan rahmat dari Allah.
4.      Doktrin-doktrin Murji’ah menyerupai pengajaran (mazhab) para skeptis dan empiris dari kalangan Helenis.

Harun Nasution menyebutkan ada empat ajaran pokok dalam doktrin teologi Murji’ah yaitu :
1.      Menunda hukuman atas Ali bin Abi Thalib, Mu’awiyah, Amr bn Ash, dan Abu Musa Al Asy’ ary yang terlibat Tahkim dan menyerahkannya kepada Allah di hari kiamat kelak.
2.      Menyerahkan keputusan kepada Allah atas orang muslim yang berdosa besar.
3.      Menyerahkan atau meletakkan iman dari pada amal.
4.      Memberikan pengaharapan kepada muslim yang berdosa besar untuk memperoleh ampunan dan rahmat dari Allah.

Sedangkan doktrin pemikiran Murji’ah yang lain, seperti batasan kufur, para pengikut Murji’ah terpecah menjadi beberapa golongan. Secara garis besar pemikiran dapat dijelaskan menurut kelompok Jahamiyah yang mengatakan bahwa kufur merupakan sesuatu hal yang berkenaan dengan hati ataupun dimana hati tidak mengenal (jahl) terhadap Allah SWT.
Pada golongan yang lainnya, menyatakan bahwa kufur itu merupakan banyak hal yang berkenaan dengan hati ataupun selainnya, misalnya tidak mengenal (jahl) terhadap Allah SWT, membenci dan sombong kepadanya, mendustakan Allah dan Rasul-Nya sepenuh hati dan secara lisan, begitu pula membangkang terhadap-Nya, mengingkari-Nya, melawan-Nya, menyepelekan Allah dan dan Rasul-Nya, tidak mengakui Allah itu Esa dan menganggap-Nya lebih dari satu. Karena itu mereka pun menganggap bisa saja terjadi kekufuran tersebut, baik dengan hati maupun lisan, tetapi bukan dengan perbuatan, dan begitupun dengan iman.
Mereka beranggapan bahwa seseorang yang membunuh ataupun menyakiti Nabi dengan tidak karena mengingkarinya, tetapi hanya karena membunuh  ataupun menyakiti semata, niscaya dia tidaklah disebut kufur. Tetapi, kalau seseorang mengahalalkan sesuatu yang diharamkan Allah, Rasul-Nya dan juga orang-orang muslim, niscaya diapun disebut kufur.

 

D.   PEMBAGIAN KELOMPOK MURJI’AH

Pada umunmnya kaum Murji’ah di golongkan menjadi dua golongan besar, yaitu Golongan Moderat dan golongan Ekstrim. Berikut ini adalah pembahasan singkat terhadap dua golongan tersebut :

1.        Golongan Moderat

Golongan moderat berpendapat bahwa orang yang berdosa besar bukanlah kafir dan tidak kekal dalam neraka. Tetapi akan dihukum dalam neraka sesuai dengan besarnya dosa yang dilakukannya, dan ada kemungkinan bahwa Tuhan akan mengampuni dosanya dan oleh karena itu tidak akan masuk neraka sama sekali.
Golongan Murji’ah yang moderat ini termasuk Al-Hasan Ibn Muhammad Ibn ’Ali bin Abi Thalib, Abu Hanifah, Abu Yusuf dan beberapa ahli Hadits. Menurut golongan ini, bahwa orang Islam yang berdosa besar masih tetap mukmin. Dalam hubungan ini Abu Hanifah memberikan definisi iman sebagai berikut. Iman adalah pengetahuan dan pengakuan adanya Tuhan, Rasul-rasul-Nya dan tentang segala yang datang dari Tuhan dalam keseluruhan tidak dalam perincian, iman tidak mempunyai sifat bertambah dan berkurang, tidak ada perbedaan manusia dalam hal iman.
Dengan gambaran serupa itu, maka iman semua orang Islam di anggap sama, tidak ada perbedaan antara iman orang islam yang berdosa besar dan iman orang islam yang patuh menjalankan perintah-perinyah Allah. Jalan pikiran yang dikemukakan oleh Abu Hanifah itu dapat membawa kesimpulan bahwa perbuatan kurang penting dibandingkan dengan iman.

2.         Golongan Murji’ah Ekstrim
Adapun yang termasuk ke dalam kelompok ekstrim adalah Al-Jahmiyah, Ash-Shalihiyah, Al-Yunusiyah, Al-Ubaidiyah dan Al-Hasaniyah. Pandangan tiap kelompok ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
  1.  Kelompok Al-Jahmiyah
Adapun golongan Murji’ah ekstrim adalah Jahm bin Safwan dan pengikutnya disebut  Al-Jahmiah. Golongan ini berpendapat bahwa orang Islam yang percaya pada Tuhan, kemudian menyatakan kekufurannya secara lisan, tidaklah menjadi kafir, karena kafir dan iman tempatnya bukan dalam bagian tubuh manusia tetapi dalam hati sanubari. Lebih lanjut mereka mengatakan bahwa orang yang telah menyatakan iman, meskipun menyembah berhala, melaksanakan ajaran-ajaran agama Yahudi degan menyembah berhala atau Kristen degan menyembah salib, menyatakan percaya pada trinitas, kemudian mati, tidaklah menjadi kafir, melainkan tetap mukmin dalam pandangan Allah. Dan orang yang demikian bagi Allah merupakan mukmin yang sempurna imannya.

  1. Kelompok Ash-Shalihiyah
Bagi kelompok pengikut Abu Al-Hasan Al-Salihi iman adalah megetahui Tuhan dan Kufr adalah tidak tahu pada Tuhan. Dalam pengertian bahwa mereka sembahyang tidaklah ibadah kepada Allah, karena yang disebut ibadah adalah iman kepadanya, dalam arti mengetahui Tuhan. Begitu pula zakat, puasa dan haji bukanlah ibadah melainkan sekedar mengamabrkan kepatuhan.

  1. Kelompok Al-Yunusiyah dan Kelompok Al-Ubaidiyah
Melontarkan pernyataan bahwa melakukan maksiat atau perbuatan jahat tidaklah merusak iman seseorang. Mati dalam iman, dosa-dosa dan perbuatan- perbuatan jahat yang dikerjakan tidaklah merugikan orang yang bersangkutan. Dalam hal ini, Muqatil bin Sulaiman berpendapat bahwa perbuatan jahat banyak atau sedikit, tidak merusak iman seseorang sebagai musyrik (politheist).
Kaum Yunusiyah yaitu pengikut- pengikut Yunus ibnu ’Aun an Numairi berpendapat bahwa  iman itu adalah mengenai Allah, dan menundukkan diri pada-Nya dan mencintai-Nya sepenuh hati. Apabila sifat-sifat tersebut sudah terkumpul pada diri seseorang, maka dia adalah mukmin. Adapun sifat-sifat lainnya, seperti taat misalnya, bukanlah termasuk iman, dan orang yang meninggalkan ketaatan tidak akan disiksa karenanya, asalkan saja imannya itu benar-benar murni dan keyakinannya itu betul- betul benar.

  1. Kelompok Al-Hasaniyah
Kelompok ini mengatakan bahwa, “ Saya tahu Tuhan melarang makan babi, tetapi saya tidak tahu apakah babi yang diharamkan itu adalah kambing ini”. Maka orang tersebut tetap mukmin bukan kafir. Begitu pula orang yang mengatakan ”Saya tahu Tuhan mewajibkan naik haji ke Ka’bah, tetapi saya tidak tahu apakah Ka’bah di India atau di tempat lain”, orang yang demikian juga tetap mukmin.

BAB III

PENUTUP


A.      KESIMPULAN
Kemunculan aliran Murji’ah dalam sejarah perkembangan ilmu teologi dalam Islam, tidak terlepas dari pengaruh perkembangan politik pada masa itu, yang dimulai dari pertentangan Ali bin Abi Thalib dengan Mu’awiyah. Aliran Murji’ah merupakan aliran yang berusaha bersikap netral atau nonblok dalam proses pertentangan yang terjadi antara kaum Khawarij dengan kaum Syi’ah yang telah masuk pada permasalahan kafir mengkafirkan.
Dan dalam perkembangannya, Murji’ah ikut memberikan tanggapan dalam permasalahan ketentuan Tuhan dalam menetapkan seseorang telah keluar Islam atau masih mukmin. Tipe pemikiran yang dikembangkan oleh kaum Murji’ah adalah bahwa penentuan seseorang telah keluar dari Islam tidak bisa ditentukan oleh manusia tapi di tangguhkan sampai nanti di akhirat. Pembagian golongan Murji’ah dapat dibagi ke dalam dua golongan besar yaitu, golongan Murji’ah moderat dan golongan Murji’ah ekstrem.

B.       SARAN
       Adapun saran yang disampaikan oleh kami pada kesempatan ini, kepada rekan-rekan yang membaca agar mempergunakan makalah ini sebagai bahan kajian dalam memahami Ilmu Kalam khususnya masalah yang berkaitan dengan Kaum Mutji’ah.
                                                

DAFTAR PUSTAKA


Nasution, Harun. 1986. Teologi Islam: Aliran- Aliran Sejarah Analisa         Perbandingan. Jakarta: UI-Press

No comments:

Post a Comment