BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW, turunlah kekuasaannya itu pada Shabatnya-shabatnya yaitu yang sering kita dengar adalah Khulafaur Rasyidin. Di akhir kepemimpinan atau kekhalifahan Khulafaur Rasyidinlah banyak bermunculan golongan-golongan teologi yang signifikan, seperti Syi’ah, Khawarij, Murji’ah dan lain sebagainya. Dan semua golongan ini mempunyai ajaran dan kepecayaan serta aturan-aturan yang harus ditaati. Dan memang itu semua menjadi tolak ukur bagi pengikut-pengikut dari berbagai golongan tersebut.
Banyak faktor yang melatarbelakangi lahirnya golongan-golongan tesebut, diantaranya adalah faktor politik dan teologis atau ketuhanan. Seperti yang akan kita bahas pada makalah ini. Yaitu tentang latar belakang lahirnya golongan Murji’ah serta bagian-bagiannya. Oleh karena itu, mudah-mudahan makalah yang amat sederhana ini bisa menjadi bahan diskusi yang bermanfaat bagi semuanya.
B. RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah merupakan bagian penting yang harus disertakana dalam suatu karya ilmiah. Karena rumusan masalah merupakan pokok bahasan utama yang dibahas dalam suatu tulisan khususnya dalam makalah ini.
Secara umum rumusan masalah yang dibahas dalam makalah ini adalah berkaitan dengan Kaum Murji’ah yang merupakan bagian dari mata kuliah Ilmu Kalam. Supaya lebih mempermudah memahaminya, rumusan masalah ini diuraikan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan yang penting, adapun pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah sebagai berikut :
1. Apa pengertian dari Murji’ah itu ?
2. Bagaimana latar belakang lahirnya kaum Murji’ah ?
3. Hal apa saja yang dipelajari pada kaum Murji’ah ?
4. Kaum Murji’ah ini terbagi menjadi berapa bagian ?
C. TUJUAN
Tujuan penulisan suatu makalah sangat penting. Secara khusus makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Ilmu Kalam. Tetapi secara umum sama dengan adanya rumusan masalah yang telah dipaparkan, dengan membaca makalah ini kita dapat mengetahui :
1. Pengertian Murji’ah.
2. Latar belakang lahirnya kaum Murji’ah.
3. Ajaran-ajaran dalam kaum Murji’ah.
4. Bagian-bagian dari kaum Murji’ah.
D. MANFAAT
Manfaat dari makalah ini menambah wawasan ilmu pengetahuan kita yang berkaitan dengan apa saja yang berkaitan dengan Kaum Murji’ah, dan memang ini merupakan bagian dari Mata Kuliah Ilmu Kalam. Dengan pembahasan ini juga, diaharapkan bisa menambah pengetahuan kita mengenai Ilmu Kalam. Karena Ilmu Kalam merupakan ilmu yang urgen untuk dibahas dan dipelajari di zaman sekarang ini, terkait dengan luasnya ajaran-ajaran yang berkedok Islam tetapi hanya sebuah doktrin tak berazas yang hanya ingin menagmbil keuntungannya saja. Mudah-mudahan dengan adanya makalah ini, bisa menjadi penerang untuk kita semua di masa yang akan datang.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN MURJI’AH
Aliran Murji'ah adalah aliran Islam yang muncul dari golongan yang tak
sepaham dengan Khawarij. Ini tercermin dari ajarannya yang bertolak belakang
dengan Khawarij. Pengertian murji'ah sendiri ialah penangguhan vonis hukuman
atas perbuatan seseorang sampai di pengadilan Allah SWT kelak. Jadi, mereka tak
mengkafirkan seorang Muslim yang berdosa besar, sebab yang berhak menjatuhkan
hukuman terhadap seorang pelaku dosa hanyalah Allah SWT, sehingga seorang
Muslim, sekalipun berdosa besar, dalam kelompok ini tetap diakui sebagai Muslim
dan punya harapan untuk bertobat. Murji’ah, baik sebagai kelompok politik
maupun teologis, diperkirakan lahir bersamaan dengan kemunculaan syi’ah dan
Khawarij. Pada mulanya kaum Murji’ah merupakan golongan yang tidak mau turut
campur dalam pertentangan- pertentangan yang terjadi ketika itu dan menyerahkan
penentuan hukum kafir atau tidak kafirnya orang-orang yang bertentangan itu
kepada Tuhan.
Lebih lanjut kelompok ini menganggap bahwasanya pembunuhan dan
pertumpahan darah yang terjadi di kalangan kaum muslimin sebagai suatu
kejahatan yang besar. Namun mereka menolak menimpahan kesalahan kepada salah
satu di antara kedua kelompok yang saling berperang.
B. LATAR BELAKANG LAHIRNYA KAUM MURJI’AH
Persoalan teologi dimulai pada masa pemerintahan Usman dan Ali, yaitu
disaat terjadinya pergolakan-pergolakan politik dikalangan umat Islam.
Perjuangan politik untuk merebut kekuasaan selalu dibingkai dengan ajaran agama
sebagai payung pelindung. Baik bagi kelompok yang menang demi untuk
mempertahankan kekuasaannya, maupun kelompok yang kalah untuk menyerang lawan-lawan
politiknya. Dari sini dapat dikatakan mazhab-mazhab fikih dan aliran-lairan
teologi dalam Islam lahir dari konflik politik yang terjadi di kalangan umat
Islam sendiri, untuk kepentingan dan mendukung politik masing- masing kelompok,
ulama dari kedua kelompokpun memproduksi hadits-hadits palsu dan menyampaikan
fatwa-fatwa keberpihakan.
Adanya keterpihakan kelompok pada pertentangan Ali bin Abi Thalib,
memunculkan kelompok lainnya yang menentang dan beroposisi terhadapnya. Begitu
pula terdapat orang-orang yang netral, baik karena mereka mengganggap perang
saudara ini sebagai seuatu fitnah (bencana) lalu mereka berdiam diri, atau
mereka bimbang untuk menetapkan haq
dan kebenaran pada kelompok yang ini atau itu.
Pada mulanya kaum Murji’ah ditimbulkan oleh persoalan politik, tegasnya
persoalan khalifah yang membawa perpecahan dikalangan umat Islam setelah Usman
bin Affan mati terbunuh. Munculnya permasalahan ini perlahan-lahan menjadi
permasalahan tentang ketuhanan. Oleh karena itu, kita akan membahas tentang latar
belakang tebentuknya Kaum Murji’ah dan perkembangan pemikirannya dalam mewarnai
pemahaman ketuhanan dalam Agama Islam.
Adapun latar belakang tebentuknya atau berdirinya Kaum Murji’ah adalah
sebagai berikut :
1.
Permasalahan Politik
Ketika terjadi pertikaian antara Ali dan Mu’awiyah, dilakukanlah Tahkim (arbitrase) atas usulan Amr bin Ash,
seorang kaki tangan Mu’awiyah. Kelompok Ali terpecah menjadi dua kubu, kedua
kelompok tersebut ada yang pro dan kontra. Kelompok kontra akhirnya keluar dari
Ali yakni Khawarij. Mereka memandang bahwa Tahkim
bertentangan dengan Al-Qur’an, dengan pengertian, tidak ber-tahkim dengan hukum
Allah. Oleh karena itu mereka berpendapat bahwa melakukan Tahkim adalah dosa besar, dan pelakunya
dapat dihukumi kafir, sama seperti perbuatan dosa besar yang lain.
Seperti yang telah disebutkan di atas, Kaum khawarij pada mulanya adalah
penyokong Ali bin Abi Thalib tetapi kemudian berbalik menjadi musuhnya. Karena
ada perlawanan ini, pendukung-pendukung yang tetap setia pada Ali bin Abi
Thalib bertambah keras dan kuat membelanya dan akhirnya mereka merupakan
golongan lain dalam Islam yang dikenal dengan nama Syi’ah.
Dalam suasana pertentangan inilah, timbul suatu golongan baru yang ingin
bersikap netral tidak mau turut dalam praktek kafir mengkafirkan yang terjadi
antara golongan yang bertentangan ini. Bagi mereka Sahabat-Sahabat yang
bertentangan ini merupakan orang-orang yang dapat dipercayai dan tidak keluar
dari jalan yang benar. Oleh karena itu mereka tidak mengeluarkan pendapat siapa
sebenarnya yang salah, dan lebih baik menunda (arja’a) yang berarti
penyelesaian persoalan ini di hari perhitungan di depan Allah SWT.
Gagasan Irja’ atau Arja’ yang
dikembangkan oleh sebagian sahabat dengan tujuan menjamin persatuan dan
kesatuan umat Islam ketika terjadi pertikaian politik dan juga bertujuan
menghindari sekatrianisme.
2.
Permasalahan Ke-Tuhanan
Dari permasalahan politik, mereka
kaum Mur’jiah pindah kepada permasalahan ketuhanan (teologi) yaitu persoalan
dosa besar yang ditimbulkan kaum khawarij, mau tidak mau menjadi perhatian dan
pembahasan pula bagi mereka. Kalau kaum Khawarij menjatuhkan hukum kafir bagi
orang yang membuat dosa besar, Kaum Murji’ah menjatuhkan hukum mukmin. Pendapat
penjatuhan hukum kafir pada orang yang melakukan dosa besar atau tidak.
Aliran Murji’ah menangguhkan
penilaian terhadap orang-orang yang terlibat dalam peristiwa Tahkim itu di hadapan Tuhan, karena hanya
Tuhan-lah yang mengetahui keadaan iman seseorang. Demikian pula orang mukmin
yang melakukan dosa besar masih di anggap mukmin di hadapan mereka. Orang
mukmin yang melakukan dosar besar itu dianggap tetap mengakui bahwa tiada Tuhan
selain Allah dan Nabi Muhammad sebagai Rasul-Nya. Dengan kata lain bahwa orang
mukmin sekalipun melakukan dosa besar masih tetap mengucapkan dua kalimat
syahadat yang menjadi dasar utama dari iman. Oleh karena itu, orang tersebut
masih tetap mukmin, bukan kafir.
Pandangan golongan ini dapat
dilihat terlihat dari kata Murji’ah itu sendiri yang berasal dari kata Arja’a yang
berarti orang yang menangguhkan, mengakhirkan dan memberikan pengaharapan.
Menangguhkan berarti bahwa mereka menunda soal siksaan seseorang di tangan
Tuhan, yakni jika Tuhan mau memaafkan ia akan langsung masuk surga, sedangkan
jika tidak, maka ia akan disiksa sesuai dengan dosanya, setelah ia akan
dimasukkan ke dalam surga. Dan mengakhirkan dimaksudkan karena mereka memandang
bahan perbuatan atau amal sebagai hal yang nomor dua bukan yang pertama.
Selanjutnya kata menangguhkan, dimaksudkan karena mereka menangguhkan keputusan
hukum bagi orang-orang yang melakukan dosa di hadapan Tuhan.
Disamping itu ada juga pendapat
yang mengatakan bahwa nama Murji’ah yang diberikan pada golongan ini, bukan
karena mereka menundakan penentuan hukum terhadap orang Islam yang berdosa
besar kepada Allah di hari perhitungan kelak dan bukan pula karena mereka
memandang perbuatan mengambil tempat kedua dari iman, tetapi karena mereka
memberi pengaharapan bagi orang yang berdosa besar untuk masuk surga.
C. DOKTRIN PEMIKIRAN KELOMPOK MUR’JIAH
Ajaran pokok Murji’ah pada dasarnya bersumber dari gagasan atau doktrin Irja’
atau Arja’a yang diaplikasikan dalam
banyak persoalan, baik persoalan politik maupun persoalan teologis. Dibidang
politik, doktrin Irja’ diimplementasikan dengan sikap politik netral atau
nonblok, yang hampir selalu diekspresikan dengan sikap diam. Itulah sebabnya,
kelompok Murji’ah di kenal pula dengan The
Queitists (kelompok bungkam). Sikap ini akhirnya berimplikasi jauh
sehingga membuat Murji’ah selalu diam dalam persoalan politik. Secara umum
kelompok Murji’ah menyusun teori-teori keagamaan yang independen, sebagai dasar
gerakannya, yang intisarinya sebagai berikut :
1.
Iman adalah cukup dengan mengakui dan percaya kepada
Allah dan Rasul-Nya saja. Adapun amal atau perbuatan, tidak merupakan sesuatu
keharusan bagai adanya iman. Berdasarkan hal ini, seseorang tetap dianggap
sebagai mukmin walaupun ia meninggalkan apa yang difardhukan kepadanya dan
melakukan perbuatan-perbuatan dosa besar.
2.
Dasar keselamatan semata-mata hanyalah iman. Selama
masih ada iman dihati, maka setiap maksiat tidak akan mendatangkan madharat
ataupun gangguan atas diri seseorang. Untuk mendapatkan pengampunan, manusia
hanya cukup dengan menjauhkan diri dari syirik dan mati dalam keadaan akidah
tauhid.
Dengan kata lain, kelompok murji’ah memandang bahwa perbuatan atau amal
tidaklah sepenting iman, yang kemudian meningkat pada pengertian bahwa, hanya imanlah
yang penting dan yang menentukan mukmin atau tidak mukminnya seseorang,
perbuatan-perbuatan tidak memiliki pengaruh dalam hal ini. Iman letaknya dalam
hati seseorang dan tidak diketahui manusia lain, selanjutnya
perbuatan-perbuatan manusia tidak menggambarkan apa yang ada dalam hatinya.
Oleh karena itu ucapan-ucapan dan perbuatan-perbuatan seseorang tidak mesti
mengandung arti bahwa ia tidak memiliki iman. Yang penting ialah iman yang ada
dalam hati. Dengan demikian ucapan dan perbuatan- perbuatan tidak merusak iman
seseorang. Berkaitan dengan Murji’ah, W. Montgomery Watt merincinya sebagai
berikut :
1.
Penangguhan keputusan Ali dan Mu’awiyah hingga Allah
memutuskannya di akhirat.
2.
Penangguhan Ali untuk menduduki rangking keempat dalam
peringkat Al- Khalifah Ar-Rasyidin.
3.
Pemberian harapan (giving hope) terhadap orang muslim
yang berdosa besar untuk memperoleh ampunan dan rahmat dari Allah.
4.
Doktrin-doktrin Murji’ah menyerupai pengajaran (mazhab)
para skeptis dan empiris dari kalangan Helenis.
Harun Nasution menyebutkan ada empat ajaran pokok dalam doktrin teologi
Murji’ah yaitu :
1.
Menunda hukuman atas Ali bin Abi Thalib, Mu’awiyah, Amr
bn Ash, dan Abu Musa Al Asy’ ary yang terlibat Tahkim dan menyerahkannya kepada
Allah di hari kiamat kelak.
2.
Menyerahkan keputusan kepada Allah atas orang muslim
yang berdosa besar.
3.
Menyerahkan atau meletakkan iman dari pada amal.
4.
Memberikan pengaharapan kepada muslim yang berdosa
besar untuk memperoleh ampunan dan rahmat dari Allah.
Sedangkan doktrin pemikiran Murji’ah yang lain, seperti batasan kufur,
para pengikut Murji’ah terpecah menjadi beberapa golongan. Secara garis besar
pemikiran dapat dijelaskan menurut kelompok Jahamiyah yang mengatakan bahwa
kufur merupakan sesuatu hal yang berkenaan dengan hati ataupun dimana hati
tidak mengenal (jahl) terhadap Allah
SWT.
Pada golongan yang lainnya, menyatakan bahwa kufur itu merupakan banyak
hal yang berkenaan dengan hati ataupun selainnya, misalnya tidak mengenal (jahl) terhadap Allah SWT, membenci dan
sombong kepadanya, mendustakan Allah dan Rasul-Nya sepenuh hati dan secara
lisan, begitu pula membangkang terhadap-Nya, mengingkari-Nya, melawan-Nya,
menyepelekan Allah dan dan Rasul-Nya, tidak mengakui Allah itu Esa dan
menganggap-Nya lebih dari satu. Karena itu mereka pun menganggap bisa saja
terjadi kekufuran tersebut, baik dengan hati maupun lisan, tetapi bukan dengan
perbuatan, dan begitupun dengan iman.
Mereka beranggapan bahwa seseorang yang membunuh ataupun menyakiti Nabi
dengan tidak karena mengingkarinya, tetapi hanya karena membunuh ataupun menyakiti semata, niscaya dia tidaklah
disebut kufur. Tetapi, kalau seseorang mengahalalkan sesuatu yang diharamkan
Allah, Rasul-Nya dan juga orang-orang muslim, niscaya diapun disebut kufur.
D. PEMBAGIAN KELOMPOK MURJI’AH
Pada umunmnya kaum Murji’ah di golongkan menjadi dua golongan besar, yaitu Golongan Moderat dan golongan Ekstrim. Berikut ini adalah pembahasan singkat terhadap dua golongan tersebut :
1. Golongan Moderat
Golongan moderat berpendapat bahwa
orang yang berdosa besar bukanlah kafir dan tidak kekal dalam neraka. Tetapi
akan dihukum dalam neraka sesuai dengan besarnya dosa yang dilakukannya, dan
ada kemungkinan bahwa Tuhan akan mengampuni dosanya dan oleh karena itu tidak
akan masuk neraka sama sekali.
Golongan Murji’ah yang moderat ini
termasuk Al-Hasan Ibn Muhammad Ibn ’Ali bin Abi Thalib, Abu Hanifah, Abu Yusuf
dan beberapa ahli Hadits. Menurut golongan ini, bahwa orang Islam yang berdosa
besar masih tetap mukmin. Dalam hubungan ini Abu Hanifah memberikan definisi
iman sebagai berikut. Iman adalah pengetahuan dan pengakuan adanya Tuhan,
Rasul-rasul-Nya dan tentang segala yang datang dari Tuhan dalam keseluruhan
tidak dalam perincian, iman tidak mempunyai sifat bertambah dan berkurang,
tidak ada perbedaan manusia dalam hal iman.
Dengan gambaran serupa itu, maka
iman semua orang Islam di anggap sama, tidak ada perbedaan antara iman orang
islam yang berdosa besar dan iman orang islam yang patuh menjalankan
perintah-perinyah Allah. Jalan pikiran yang dikemukakan oleh Abu Hanifah itu
dapat membawa kesimpulan bahwa perbuatan kurang penting dibandingkan dengan
iman.
2.
Golongan Murji’ah Ekstrim
Adapun yang termasuk ke dalam
kelompok ekstrim adalah Al-Jahmiyah, Ash-Shalihiyah, Al-Yunusiyah, Al-Ubaidiyah
dan Al-Hasaniyah. Pandangan tiap kelompok ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
- Kelompok Al-Jahmiyah
Adapun golongan
Murji’ah ekstrim adalah Jahm bin Safwan dan pengikutnya disebut Al-Jahmiah. Golongan ini berpendapat bahwa
orang Islam yang percaya pada Tuhan, kemudian menyatakan kekufurannya secara
lisan, tidaklah menjadi kafir, karena kafir dan iman tempatnya bukan dalam
bagian tubuh manusia tetapi dalam hati sanubari. Lebih lanjut mereka mengatakan
bahwa orang yang telah menyatakan iman, meskipun menyembah berhala,
melaksanakan ajaran-ajaran agama Yahudi degan menyembah berhala atau Kristen
degan menyembah salib, menyatakan percaya pada trinitas, kemudian mati,
tidaklah menjadi kafir, melainkan tetap mukmin dalam pandangan Allah. Dan orang
yang demikian bagi Allah merupakan mukmin yang sempurna imannya.
- Kelompok Ash-Shalihiyah
Bagi kelompok
pengikut Abu Al-Hasan Al-Salihi iman adalah megetahui Tuhan dan Kufr adalah
tidak tahu pada Tuhan. Dalam pengertian bahwa mereka sembahyang tidaklah ibadah
kepada Allah, karena yang disebut ibadah adalah iman kepadanya, dalam arti
mengetahui Tuhan. Begitu pula zakat, puasa dan haji bukanlah ibadah melainkan
sekedar mengamabrkan kepatuhan.
- Kelompok Al-Yunusiyah dan Kelompok Al-Ubaidiyah
Melontarkan
pernyataan bahwa melakukan maksiat atau perbuatan jahat tidaklah merusak iman
seseorang. Mati dalam iman, dosa-dosa dan perbuatan- perbuatan jahat yang
dikerjakan tidaklah merugikan orang yang bersangkutan. Dalam hal ini, Muqatil
bin Sulaiman berpendapat bahwa perbuatan jahat banyak atau sedikit, tidak
merusak iman seseorang sebagai musyrik (politheist).
Kaum Yunusiyah
yaitu pengikut- pengikut Yunus ibnu ’Aun an Numairi berpendapat bahwa iman itu adalah mengenai Allah, dan
menundukkan diri pada-Nya dan mencintai-Nya sepenuh hati. Apabila sifat-sifat
tersebut sudah terkumpul pada diri seseorang, maka dia adalah mukmin. Adapun
sifat-sifat lainnya, seperti taat misalnya, bukanlah termasuk iman, dan orang
yang meninggalkan ketaatan tidak akan disiksa karenanya, asalkan saja imannya
itu benar-benar murni dan keyakinannya itu betul- betul benar.
- Kelompok Al-Hasaniyah
Kelompok ini
mengatakan bahwa, “ Saya tahu Tuhan melarang makan babi, tetapi saya tidak tahu
apakah babi yang diharamkan itu adalah kambing ini”. Maka orang tersebut tetap mukmin bukan kafir. Begitu pula
orang yang mengatakan ”Saya tahu Tuhan
mewajibkan naik haji ke Ka’bah, tetapi saya tidak tahu apakah Ka’bah di India
atau di tempat lain”, orang yang demikian juga tetap mukmin.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kemunculan aliran Murji’ah dalam sejarah perkembangan ilmu teologi dalam Islam,
tidak terlepas dari pengaruh perkembangan politik pada masa itu, yang dimulai
dari pertentangan Ali bin Abi Thalib dengan Mu’awiyah. Aliran Murji’ah
merupakan aliran yang berusaha bersikap netral atau nonblok dalam proses
pertentangan yang terjadi antara kaum Khawarij dengan kaum Syi’ah yang telah
masuk pada permasalahan kafir mengkafirkan.
Dan dalam perkembangannya, Murji’ah ikut memberikan tanggapan dalam
permasalahan ketentuan Tuhan dalam menetapkan seseorang telah keluar Islam atau
masih mukmin. Tipe pemikiran yang dikembangkan oleh kaum Murji’ah adalah bahwa
penentuan seseorang telah keluar dari Islam tidak bisa ditentukan oleh manusia
tapi di tangguhkan sampai nanti di akhirat. Pembagian golongan Murji’ah dapat
dibagi ke dalam dua golongan besar yaitu, golongan Murji’ah moderat dan
golongan Murji’ah ekstrem.
B. SARAN
Adapun saran yang disampaikan oleh
kami pada kesempatan ini, kepada rekan-rekan yang membaca agar mempergunakan
makalah ini sebagai bahan kajian dalam memahami Ilmu Kalam khususnya masalah yang
berkaitan dengan Kaum Mutji’ah.
DAFTAR PUSTAKA
Nasution, Harun.
1986. Teologi Islam: Aliran- Aliran
Sejarah Analisa Perbandingan.
Jakarta: UI-Press
No comments:
Post a Comment